(KAJIAN TENTANG AQAD NIKAH)
Dosen pengampu : Hj. AINI MAHMUDAH, M.S.I.
Disusun oleh : kelompok 4
1.Abdul Malik : 171310003856
2.M. Faiqul Asror :171310003923
3.Shofi’ula :171310003899
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA (UNISNU)
JEPARA – JAWA TENGAH
2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pernikahan dalam pandangan Islam adalah sesuatu yang luhur dan sakral, bermakna ibadah kepada Allah, mengikuti Sunnah Rasulullah dan dilaksanakan atas dasar keikhlasan, tanggungjawab, dan mengikuti ketentuan-ketentuan hukum yang harus diindahkan. Dalam Undang-Undang RI Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan Bab I pasal 1, perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sedangkan tujuan pernikahan adalah sebagaimana difirmankan Allah s.w.t. dalam surat Ar-Rum ayat 21 “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu pasangan hidup dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih sayang (mawaddah warahmah). Sesungguhnya pada yang demikian itu menjadi tanda-tanda kebesaran-Nya bagi orang-orang yang berfikir”. Mawaddah warahmah adalah anugerah Allah yang diberikan kepada manusia, ketika manusia melakukan pernikahan. Hal yang demikian tidak disebutkan Allah s.w.t. ketika binatang ternak berpasangan untuk berkembangbiak. Karena tugas selanjutnya bagi manusia dalam lembaga pernikahan adalah untuk membangun peradaban dan menjadi khalifah di dunia.
Rukun yang pokok dalam perkawinan, ridhanya laki-laki dan perempuan dan persetujuan mereka untuk mengikat hidup berkeluarga. Karena perasaan ridha dan setuju bersifat kewajiban yang tak dapat dilihat denga mata kepala, karena itu harus ada perlambang yang tegas untuk menunjukkan kemauan mengadaka ikatan bersuami istri. Pelambang itu diutaraka dengan kata-kata oleh kedua belah pihakk yang mengadakan aqad. Pernyataan pertama sebagai menunjukkan kemauan untuk membentuk hubungan suami istri disebut ijab, dan penyataan kedua yang dinyatakan oleh pihak yang mengadakan akad berikutnya untuk menyatakan rasa ridha dan setujunya disebut qobul. Dari sini kemudian para ahli fiqh menyatakan bahwa syarat perkawinan (nikah) adalah ijab dan qobul. Lantas, bagaimana ijab qobul yang benar menurut syara? Apa saja rukun dan apa tujuan dari ijab qobul tersebut?
B. Rumusan Masalah
Didalam pembuatan makalah ini ada permasalah yang akan ditinjau dan dijadikan bahan penerangan dalam makalah ini, terdari dari :
1. Apa pengertian akad nikah?
2. Apa saja hal-hal yang menjadi syarat akad nikah?
3. Apa saja rukun rukun akad pernikahan.
4. Apa tujuan dari akad nikah?
C. Tujuan Penulisan Makalah
Adapun tujuan penulisan makalah yang kami tulis, dalam pembuatan makalah yang berjudul AKAD NIKAH sesuai dengan perumusan masalah di atas adalah :
1. Mengetahui apa pengertian akad nikah.
2. Mengetahui apa saja hal-hal yang menjadi syarat akad nikah.
3. Mengetahui bagaimana rukun dan tujuan dari akad nikah.
BAB II
PEMBAHAASAN
A. Pengertian Akad Nikah
Pengertian akad nikah secara sederhana dapat difahami sebagai system simbolis tetapi bernilai sacral. Proses akad nikah mengisyaratkan sudah dipertemukannya antara sepasang manusia, lelaki serta wanita, pertemuan itu diikat oleh ketentuan allah. Ada standar mekanisme resmi yang sudah digariskan oleh Allah.
Menurut undang undang nomer 1 th. 1974 pengertian pernikahan yaitu ikatan lahir bathin pada seorang pria dengan seorang wanita juga sebagai suami istri, dengan bermaksud membuat keluarga (Rumah tangga) yang bahagia serta abadi berdasarkan pada ketuhanan yang maha Esa. Dengan Simbolisasi itu yaitu ijab serta qobul.
Ijab yaitu pernyataan kehendak, sedangkan qabul yaitu pernyataan ke-2 yang dinyatakan untuk menyebutkan keridhoan serta kesepakatan. Inilah makna akad nikah. Simbolisasi ijab serta qobul mensyaratkan adanya saksi dan wali. Tanpa adanya saksi dan wali, pernikahan tidak sah. Lewat system Simbolisasi tersebut membedakan pada hewan serta manusia.
B. Syarat Akad Nikah
Adapun syarat akad nikah, diantaranya adalah :
1. Syarat calon pengantin laki laki dan wanita
a) Syarat-Syarat Bakal Suami
1) Islam
2) Lelaki yang tertentu.
3) Bukan mahram dengan bakal isteri
4) Bukan dalam ihram haji atau umrah
5) Dengan kerelaan sendiri (tidak sah jika dipaksa)
6) Mengetahui wali yang sah bagi akad nikah tersebut
7) Mengetahui bahawa perempuan itu boleh dan sah dinikahi
8) Tidak mempunyai empat orang isteri yang sah dalam satu masa.
1) Syarat-Syarat Bakal Isteri
1) Islam
2) Perempuan yang tertentu
3) Tidak dalam keadaan idah
4) Bukan dalam ihram haji atau umrah
5) Dengan rela hati
6) Bukan perempuan mahram dengan bakal suami
7) Bukan isteri orang atau masih ada suami
2. Syarat Wali
a) Syarat akad nikah yang kedua yaitu adanya wali, Adapun syarat wali diantaranya adalah :
1) Adil
2) Islam
3) Baligh
4) Lelaki
5) Merdeka
6) Tidak fasik, kafir atau murtad.
7) Bukan dalam ihram haji atau umrah
8) Waras – tidak cacat akal fikiran atau gila
9) Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan.
10) Tidak muflis atau ditahan kuasa atas hartanya.
Sebaiknya bakal isteri perlulah memastikan syarat WAJIB menjadi wali. Sekiranya syarat wali bercanggah seperti di atas maka tidak sahlah sebuah pernikahan itu. Sebagai seorang mukmin yang sejati, kita hendaklah menitik beratkan hal-hal yang wajib seperti ini. Jika tidak di ambil kira, kita akan hidup di lembah zina selamanya.
3) Jenis-Jenis Wali
1) Wali mujbir: Wali dari bapa sendiri atau datuk sebelah bapa (bapa kepada bapa) mempunyai kuasa mewalikan perkahwinan anak perempuannya atau cucu perempuannya dengan persetujuannya atau tidak (sebaiknya perlu mendapatkan kerelaan bakal isteri yang hendak dikahwinkan)
2) Wali aqrab: Wali terdekat mengikut susunan yang layak dan berhak menjadi wali
3) Wali ab’ad: Wali yang jauh sedikit mengikut susunan yang layak menjadi wali, jika ketiadaan wali aqrab berkenaan. Wali ab’ad ini akan berpindah kepada wali ab’ad lain seterusnya mengikut susunan tersebut jika tiada yang terdekat lagi.
4) Wali raja/hakim: Wali yang diberi kuasa atau ditauliahkan oleh pemerintah atau pihak berkuasa negeri kepada orang yang telah dilantik menjalankan tugas ini dengan sebab-sebab tertentu.
4). Syarat Saksi
Adapun syarat syarat bagi seorang saksi diantaranya adalah :
a) Islam
b) Lelaki
c) Baligh
d) Berakal
e) Merdeka
f) Sekurang-kurangya dua orang
g) Memahami kandungan lafaz ijab dan qabul
h) Dapat mendengar, melihat dan bercakap (tidak buta, bisu atau pekak)
i) Adil (Tidak melakukan dosa besar dan tidak berterusan melakukan dosa-dosa kecil)
j) Bukan tertentu yang menjadi wali. (Misalnya, bapa saudara lelaki yang tunggal. Katalah hanya ada seorang bapa saudara yang sepatutnya menjadi wali dalam perkahwinan itu tetapi dia mewakilkan kepada orang lain untuk menjadi wali sedangkan dia hanya menjadi saksi, maka perkahwinan itu tidak sah kerana dia dikira orang tertentu yang sepatutnya menjadi wali.
5). Syarat Ijab Dan Qabul
a) Syarat Sah Shigat Ijab Qobul
Untuk terjadinya aqad yang mempunyai akibat-akibat hukum pada suami istri haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1) Kedua belah pihak sudah tamyiz.
2) Ijab qobulnya dalam satu majlis, yaitu ketika mengucapkan ijab qobul tidak boleh diselingi dengan kata-kata lain, atau menurut adat dianggap ada penyelingan yang menghalangi peristiwa ijab qobul.
Di dalam ijab qobul haruslah dipergunakan kata-kata yang dipahami oleh masing-masing pihak yang melakukan aqad nikah sebagai menyatakan kemauan yang timbul dari kedua belah pihak untuk nikah, dan tidak boleh menggunakan kata-kata kasar.
Para ahli fiqih mensyaratkan ucapan ijab qobul itu dengan lafadz fi’il madhi atau salah satunya dengan fi’il madhi dan yang lain fi’il mustaqbal.
Contoh Pertama :
Pengijab : Zawwajtuka ibnati (Aku kawinkan anak perempuanku dengan kamu).
Penerima : Qobiltu (saya terima ).
Contoh Kedua :
Pengijab : Uzawwijuka ibnati (aku kawinkan sekarang anak perempuanku dengan kamu ).
Penerima : Qobiltu (saya terima ).
Mereka mensyaratkan demikian karena keridhaan dan persetujuan kedua belah pihak yan menjadi rukun pokok aqad nikah dengan demikian bisa diketahui dengan jelas, dan oleh karena ijab dan qobul merupakan lambang dari adanya ridha kedua pihak, haruslah dinyatakan dengan ucapan yang pesti menunjukkan adanya keridhaan, dan secara konkrit dinyatakan dengan tegas ketika aqad nikah itu dilangsungkan.
Bentuk ucapan di dalam ijab qobul dipergunakan oleh agama dengan fi’il madhi, karena dapat menunjukkan secara tegas lahirnya pernyataan setuju dari kedua belah pihak, dan tidak mungkin mengandung arti lain. Berbeda halnya dengan ucapan yang dinyatakan dengan fi’il hal atau istiqbal ( sekarang atau akan), ia tidak secara tegas dapat menunjukaan adanya keridhaan ketika dinyatakan, andaikata salah seorang dari mereka berkata : Uzawwijuka ibnati (aku kawinkan sekarang anak perempuanku dengan kamu ), lalu penerima menjawab :
Aqbalu (saya terima sekarang).
Ucapan dari kedua belah pihak ini belum tegas menunjukka telah terjadinya aqad nikah denga sah karena masih ada kemungkinannya bahwa yang dimaksudkannya baru merupakan satu perjanjian semata.
Sedangkan perjanjian untuk kawin di masa akan datang, bukanlah berarti sudah terjadi ikatan perkawinan pada saat sekarang.
Andaikata peminang berkata :
Zawwijni ibnataka (kawinkanlah puteri bapak dengan saya ),
Lalu walinya menjawab:
Zawwajtu laka (Ya, saya kawinkan dia dengan kamu), berarti telah terjadi aqad nikah, karena ucapan tersebut telah menunjukkan adanya pernyataan memberikan kuasa dan aqad nikah sekaligus, padahal aqad nikah sah dilakukan dengan menguasakan kepada salah satu pihak untuk melaksanakannya. Jika peminang mengatakan : Kawinkanlah putri bapak dengan saya, lalu walinya menjawab :saya terima. Dengan demikian berarti pihak kedua mengadakan aqad nikah seseai dengan permintaan pertama.
Para ahli fiqih mensyaratkan hendaknya ucapan yang dipergunakan di dalam ijab qobul brsifat muthlaq tidak diembel-embeli dengan sesuatu syart, misalnya pengijab mengatakan : aku kawinkan puteriku dengan kamu, lalu penerimanya menjawab saya terima. Ijab qobul ini namanya bersifat muthlaq. Ijab qobul yang memenuhi syarat-syartnya hukkumnya sah, yang selanjutnya mempunyai akibat-akbat hukum.
b) Shigat akad yang dikaitkan dengan persyaratan
Terkadang ucapan ijab qobul itu diembel-embeli dengan suatu syarat, atau dengan menangguhkan pada sesuatu yang akan datang, atau untuk waktu tertentu, atau dikaitkan dengan suatu syarat. Dalam keadaan yang seperti ini maka aqad nikahnya dianggap tidak sah, berikut penjelasan lebih rincinya.
1) Ijab qobul yang disyaratkan dengan suatu syarat tertentu
Ijab qobul yang disyaratkan dengan suatu syarat tertentu yaitu bahwa pernikahannya dihubung-hubungkan dengan sesuatu syarat lain, umpamanya peminang mengatakan :
“Kalau saya sudah dapat pekerjaan, puteri bapak saya kawin”.
Lalu ayahnya menjawab ;
“Saya terima “.
Maka akad nikah seperti ini tidak sah, sebab pernikahanya dihubung-hubungkan dengan sesuatu yang akan terjadi yang boleh jadi tidak terwujud.
Padahal ijab qobul itu berarti telah memberikan kekuasaan untuk menikmatinya sekarang, yang oleh karena itu tidak boleh ada tenggang waktu antara syaratnya, yang di sini dengan contoh mendapat pekerjaan, yang ketikan diucapkan belum ada., sedang menghubungkan kepada sesuatu yang belum ada berarti tidakada.Jadi, berarti pernikahanya pun tidak ada.
Jika akad nikahnya dikaitkan dengan sesuatu yang dapat diwujudkan seketika itu juga, maka akad nikahnya sah, umpamanya peminang mengatakan :
“Jika puteri bapak umurnya sudah 20 tahun, saya kawini dia”, lalu ayahnya menjawab:
“Saya terima”.dan ketika itu mamang anaknya sudah berumur 20 tahun.
Begitu pula jika puterinya mengatakan :
“Kalau ayah setuju, saya mau kawin dengan kamu”
Lalu laki-lakinya menjawab saya terima dan ayahnya yang ada di majlisnya itu mengatakan : “Saya terima”. Sebab embel-embel yang terjadi di sini bersifat formalitas, sedangkan apa yang diucapkan dalam kenyataannya sudah terbukti ketika itu juga.
2) Ijab qobul yang dikaitkan dengan waktu yang akan datang
Contohnya : Peminang berkata :
“Saya kawini puteri bapak besok atau bulan depan”.
Lalu ayahnya menjawab :
“Saya terima”.
Ijab qobul dengan ucapan seperti ini tidak sah, baik ketika itu maupun kelah setelah tibanya waktu yang ditentukan itu.
Sebab mengaitkan dengan waktu akan datang berarti meniadakan ojab qobul yang memberikan hak (kakuasaan) menikmati sekeriak itu dari pasangan yang mengadakan akad nikah.
3) Akad nikah untuk sementara waktu
Jika akad nikah dinyatakan untuk sebulan atau lebih atau kurang, maka pernikahannya tidak sah, sebab kawin itu dimaksudkan untuk bergaul secara langgeng guna mendapatkan anak, memelihara keturunan dan mendidik mereka. Karena itu para ahli menyatakan bahwa kawin mut’ah dan kawin cina buta tidak sah. Karena yang pertama bermaksud bersenang-senang sementara saja, sedang yang kedua bermaksud menghalalkan bekas suami perempuan tadi dapat kembali kawin dengannya.
C. Rukun Rukun Akad Nikah
Adapun rukun dalam akad nikah yaitu :
1. Adanya Pengantin lelaki (Calon Suami) dan Pengantin perempuan (Calon Isteri) yang tidak terhalang dan terlarang secara syar’I untuk menikah, diantara perkara syar’i yang menghalangi keabsahan suatu pernikahan misalnya si wanita yang akan dinikahi oleh si lelaki karena adanya hubungan nasab atau penyusuan. Atau si wanita sedang dalam masa iddahnya dan selainnya. Penghalang lainnya adalah apabila si lelaki adalah orang kafir, sementara wanita yang akan dinikahinya adalah seorang muslimah.
2. Wali
3. Saksi
4. Ijab dan Qabul (akad nikah)
5. Ridhonya pihak mempelai pria dan ridhonya pihak mempelai wanita.
D. Tujuan Akad Nikah
a) Menggapai Ridho Allah
b) Bukti taat kepada Allah, untuk mensyahkan sebuah pernikahan, karena zina merupakan dosa besar.
c) Untuk mewujudkan hasrat cinta biologis psikologis yang dihalalkan dan diberkahi Allah.
d) Membuka pintu gerbang untuk membangun keluarga yang sakiinah mawaddah wa rahmah.
e) Menjaga iffah kehormatan diri sebagai manusia beriman.
f) Selamat dari berbagai penyakit dan fitnah social.
g) Memperbanyak umat rasul.
h) Mempersiapkan keturunan sebagai regenerasi dakwah.
E. Macam – Macam Akad Nikah
Akad Nikah sah murni
Akad sah adalah akad yang diselenggarakan dengan memenuhi segala syarat dan rukunnya. Hukumnya adalah akad ini berdampak pada tercapainya realisasi yang dituju oleh akad tersebut yaitu perpindahan hak milik.
Akad Nikah yang bergantung
Akad Nikah yang shahih yang terhenti pada izin orang yang mempunyai kekuasaan, seperti akad pernikahan anak kecil yang sudah pandai (mumayyiz) terhenti pada izin walinya, terhenti akad fudhuli (dilakukan orang lain bukan wakil dan bukan pengganti) atas izin orang yang diakadi, yakni suami/istri.
Akad Nikah yang rusak (Akad Nikah Fasid)
Nikah fasid ialah akad perkawinan yang tidak memenuhi rukun atau rusak salah satu syarat pada rukunnya, baik karena salah satu sayaratnya tidak ada, atau adanya perubahan yang merusakan syarat tersebut.
Akad nikah Fasid bukan rusak dari segi asasnya, tapi rusak dari segi salah satu sifat yang dituntut Syara’ agar direalisasikan. At-Tirmidzi meriwayatkan; “Dari Aisyah bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda; Wanita manapun yang menikah tanpa izin walinya, maka nikahnya sia-sia, nikahnya sia-sia, dan nikahnya sia-sia. Jika dia (mempelai lelaki) mensetubuhinya, maka wanita itu berhak mendapatkan mahar karena lelaki itu menganggap halal kemaluannya" (H.R.At-Tirmidzi)
Akad Nikah Tidak Syah ( Nikah Batil)
Akad Nikah Bathil adalah jika tidak memenuhi rukun nikah seperti menikah tanpa Ijab atau tanpa Qobul atau tanpa Ijab dan Qobul, Akad nikah Bathil telah rusak dari segi asasnya.
Wanita-wanita Yang Diharamkan Untuk Dinikahi
Wanita yang tidak boleh dinikahi ada 14, yaitu :
1. 7 orang karena hubungan nasab.
2. 2 orang karena hubungan susuan.
3. 4 orang karena hubungan mushaharrah (besanan).
4. 1 orang karena hubungan dengan istri.
Orang – orang yang terlarang untuk dinikahi karena ada hubungan dengan nasab ada 7, yaitu :
1. Ibu (dan urutan-urutan keatasnya)
2. Anak (dan urutan kebawahnya)
3. Saudara perempuan
4. Bibi (saudara perempuan ayah)
5. Bibi (saudara perempuan ibu)
6. Keponakan dari saudara perempuan
7. Keponakan dari saudara laki-laki
F. NIKAH MUT’AH A. Pengertian Nikah Mut’ah Mut’ah berasal dari kata tamattu’ yang berarti bersenang-senang atau menikmati. Adapun secara istilah mut’ah berarti seorang laki-laki menikahi seorang wanita dengan memberikan sejumlah harta tertentu dalam waktu tertentu, pernikahan ini akan berakhir sesuai dengan batas waktu yang telah di tentukan tanpa talak serta tanpa kewajiban memberi nafkah atau tempat tinggal dan tanpa adanya saling mewariri antara keduanya meninggal sebelum berakhirnya masa nikah mut’ah itu. (Fathul Bari 9/167, Syarah shahih muslim 3/554, Jami’ Ahkamin Nisa’ 3/169). (Nikah Mut’ah, Zina Berkedok. arsipmoslem.wordpress.com) Nikah mut’ah disebut juga zawaj muaqqat (kawin sementara) dan zawaj munqaihl (kawin kontrak), yaitu seorang laki-laki menyelenggarakan akad nikah dengan seorang perempuan untuk jangka waktu sehari, atau sepekan, atau sebulan batasan-batasan waktu lainnya yang telah diketahui. (Macam-Macam Nikah Yang Bathil. www.nu.or.id) B. Hukum Nikah Mut’ah Pada awal perjalanan Islam, nikah mut’ah memang dihalalkan, sebagaimana yang tercantum dalam banyak hadits diantaranya: Hadits Abdullah bin Mas’ud: “berkata: Kami berperang bersama Rasululloh Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sedangkan kami tidak membawa istri istri kami, maka kami berkata bolehkan kami berkebiri? Namun Rasululloh melarangnya tapi kemudian beliau memberikan kami keringanan untuk menikahi wanita dengan mahar pakaian sampai batas waktu tertentu”. (HR. Bukhari 5075, Muslim 1404). Hadits Jabir bin Salamah: “Dari Jabir bin Abdillah dan Salamah bin ‘Akwa berkata: Pernah kami dalam sebuah peperangan, lalu datang kepada kami Rasululloh Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan berkata: Telah diizinkan bagi kalian nikah mut’ah maka sekarang mut’ahlah”. (HR. Bukhari 5117). Namun hukum ini telah dimansukh dengan larangan Rasululloh Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk menikah mut’ah sebagaimana beberapa hadits diatas. Akan tetapi para ulama berselisih pendapat kapan diharamkannya niakh mut’ah tersebut dengan perselisihan yang tajam, namun yang lebih rajih-Wallahu a’lam- bahwa nikah mut’ah diharamkan pada saat fathu makkah tahun 8 Hijriyah. Ini adalah tahqiq Imam Ibnul Qoyyim dalam zadul Ma’ad 3/495, Al-Hafidl Ibnu Hajar dalam fathul bari 9/170, Syaikh Al-Albani dalam irwaul Ghalil 6/314. (Nikah Mut’ah, Zina Berkedok. arsipmoslem.wordpress.com) Jumhur fuqaha berpendapat, bahwa ada 4 macam nikah fasidah, nikah yang rusak atau tidak sah, yakni nikah syighar (tukar menukar anak perempuan atau saudara perempuan tanpa mahar), nikah mut’ah (dibatasi dengan waktu tertentu yang diucapkan dalam ‘aqd), nikah yang dilakukan terhadap perempuan yang dalam proses khitbah (pinangan) laki-laki lain, dan nikah muhallil (siasat penghalalan menikahi mantan istri yang ditalak bain atau talak yang tidak bisa dirujuk lagi). Dan ini adalah perkawinan yang sudah disepakati akan keharamannya dan jika seorang mengadakan akad nikah semacam ini berarti ia terjerumus pada perbuatan yang bathil (lihat Fiqhus Sunnah II:35). Dari Sabrah ra, ia berkata, ”Kami pernah diperintah oleh Rasulullah saw melakukan kawin mut’ah pada tahun penaklukkan ketika kami masuk mekkah kemudian kami tidak keluar (meninggal Mekkah) sehingga, kami dilarang kembali dari kawin mut’ah.” (Shahih: Mukhtashar Muslim no:812 dan Muslim II:1023 no:1406). Namun ada juga yang menghalalkan nikah mut’ah dengan dasar surat An-Nisa’ ayat 24: … فَمَا ٱسۡتَمۡتَعۡتُم بِهِۦ مِنۡہُنَّ فَـَٔاتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ فَرِيضَةً۬ۚ ….(٢٤( “Maka isteri-isteri yang telah kamu campuri di antara mereka, berikanlah kepada mereka biaya kontrak, sebagai suatu kewajiban. (“Ujrah” yang umumnya diartikan sebagai mahar ini oleh kalangan yang membolehkan nikah mut’ah diartikan sebagai biaya kontrak).” Selain itu dasar penghalalannya adalah hadis Nabi Muhammd SAW yang diriwayatkan, ketika Perang Tabuk, bahwa para sahabat pernah diperkenankan untuk menikahi perempuan-perempuan dengan sistem kontrak waktu. Nikah mut’ah menurut ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah, khususnya mazhab empat, hukumnya haram dan tidak sah (batal). Dasar pengambilan, antara lain dari kitab Al-Umm Imam Asy-Syafi’i juz V hlm 71, Fatawi Syar’iyyah Syaikh Husain Muhammad Mahluf juz II hlm 7, kitab Rahmatul Ummah hlm 21, I’anatuth Thalibin juz III hlm 278 – 279, Al-Mizan al-Kubraa juz II hlm 113, dan As-Syarwani ‘alat Tuhfah juz Vll hlm. 224. Imam Syafi’i mengatakan, semua nikah yang ditentukan berlangsungnya sampai waktu yang diketahui ataupun yang tidak diketahui (temporer), maka nikah tersebut tidak sah, dan tidak ada hak waris ataupun talak antara kedua pasangan suami istri. (Al-Umm V/71) Syaikh Husain Muhammad Mahluf ketika ditanya mekenai pernikahan dengan akad dan saksi untuk masa tertentu mengatakan bahwa seandainya ada laki-laki mengawini perempuan untuk diceraikan lagi pada waktu yang telah ditentukan, maka perkawinannya tidak sah karena adanya syarat tersebut telah mengalangi kelanggengan perkawinan, dan itulah yang disebut dengan nikah mut’ah. (Fatawi Syar’iyyah II/7) Para ulama bersepakat, bahwa nikah mut’ah itu tidak sah, dan hampir tidak ada perselisihan pendapat. Bentuknya adalah, misalnya seseorang mengawini perempuan untuk masa tertentu dengan berkata: “Saya mengawini kamu untuk masa satu bulan, setahun dan semisalnya.” Perkawinan seperti ini tidak sah dan telah dihapus kebolehannya oleh kesepakatan para ulama sejak dulu. Apalagi praktik nikah mut’ah sekarang ini hanya dimaksudkan untuk menghalalkan prostitusi. (Beberapa Perkawinan Yang Bathil: www.ayongaji.com)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat di simpulkan :
1. Akad adalah merupakan syarat sah sebuah penikahan
2. Sayarat terpenting dalam subuah akad adalah adanya kedua belah pihak yang tentunya memenuh kriteria serta mngucapkan ijab kabul sebagai mana yang elah ditantukan.
B. Saran
Pernikahan ternyata tidak semudah yang dipikirkan, namun apabila dipelajari banyak sekali hikmah yang bisa di dapat. Oleh karena itu, bagi para mahasiswa belajar lebih mendalam lagi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pernikahan, agar kita semua bisa melaksanakan sunnah rosul ini dengan baik dan sah baik menurut syara, juga resmi menurut Negara.
Oakley Titanium Sunglasses - TITIAN TIE | TITE Global Limited
BalasHapusNashville, microtouch titanium trim reviews TN · Lake Geneva, columbia titanium pants IN titanium sunglasses · Green Valley, titanium strength ON grade 5 titanium